Latest Post

Posisi Masyarakat Sipil di Tengah Otoda: Menggugat Dominasi Negara dan Pasar

Written By Unknown on Senin, 30 Desember 2013 | 01.48

Posisi Masyarakat Sipil di Tengah Otoda: Menggugat Dominasi Negara dan Pasar

Oleh:
Sukma Hari Purwoko[1]

Terbentuknya masyarakat sipil merupakan cita-cita tertinggi dari upaya peningkatan partisipasi publik, khususnya dalam pengelolaan kehidupan bernegara. Hidup bernegara dapat dimaknai sebagai usaha masyarakat untuk memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya. Dalam kacamata ilmu administrasi publik, konsep good governance dipakai untuk menggambarkan pola kehidupan bernegara yang ideal.
Good governance merupakan suatu konsep yang dipergunakan secara reguler dalam ilmu politik dan administrasi publik[2]. Selaras dengan terminologi demokrasi, partisipasi rakyat dan hak asasi manusia, maka masyarakat sipil merupakan komponen yang mutlak hadir dalam pengelolaan pemerintahan. Dalam pengelolaan pemerintahan, kehadiran masyarakat sipil ditujukan guna menjaga stabilitas pemerintahan dengan memberikan kontrol terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Masyarakat sipil, dalam konteks Indonesia, mulai diakui keberadannya semenjak dicanangkannya otonomi daerah, ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah. 

Masyarakat Sipil
Masyarakat sipil diartikan sebagai gugus yang terletak di antara individu dan Negara[3]. Independensi merupakan nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat sipil. Masyarakat sipil merupakan kelompok yang memiliki idealisme politik, terutama dalam posisinya sebagai penjaga keseimbangan dalam kehidupan bernegara. Oleh karena itu, masyarakat sipil merupakan lembaga yang ingin menduduki supremasi sipil dalam tata kenegaraan[4]. Das-Sollen, demikian kondisi masyarakat sipil yang substantif (Substantivy Civil Society).
Bentuk partisipasi dari masyarakat sipil dapat kita lihat melalui manifestasi gerakannya yang terorganisir. Tentunya sebagai organisasi. Gerakan masyarakat sipil menjadi penyempurna dari penyelenggaraan otonomi daerah. Dengan tetap fokus pada the process of political interaction, maka democratic value dan kemandirian (empowering) daerah dan masyarakat sebagai esensi dari kehadiran masyarakat sipil merupakan ikhtiar menuju praktik otonomi daerah yang ideal[5].

Menggugat Dominasi Negara Dan Pasar Dalam Pengelolaan Pemerintahan
Mengelola pemerintahan berarti mengeloa resources. Dalam hal ini, Negara atau pemerintah memiliki kekuasaan penuh untuk menentukan kebijakan yang mengikat. Komponen lain dalam good governance, pasar dan masyarakat sipil, sama sekali tidak memiliki kekuatan untuk menentukan kebijakan. Dengan sumber power yang dimiliki masing-masing, pasar dan masyarakat sipil hanya dapat memberikan andil berupa upaya negoisasi terhadap proses pengambilan kebijakan yang dilakukan oleh pmerintah. Jadi, kekuasaan dalam penentuan pengambilan kebijakan hanya dimiliki oleh pemerintah atau Negara/State dengan landasan bahwa kebijakan lahir dari dan oleh kekuasaan[6].
Jika digambarkan, 3 komponen good governance dalam pengelolaan pemerintahan sebagai berikut:
            Dari ketiga komponen good governance, pasar memiliki daya tawar untuk melakukan bargaining posisi dalam proses pengambilan kebijakan pemerintah. Daya tawar pasar dalam hal ini berupa kemampuan pasar (Pemilik Modal) dalam mengelola resources atas dasar prinsip efisiensi dan efektifitas. Kedua prinsip tersebut menunjukkan bahwa pasar memiliki kapabilitas lebih untuk mengelola resource yang tidak mampu dikelola secara maksimal oleh Negara karena rendahnya SDM.
            Secara teoritis, market mechanism mulai diperkenalkan sejak adanya pergeseran pertama paradigma ilmu administrasi publik yang berkembang di Amerika (Paradigma Ilmu Administrasi Publik ke-2) dimana mekanisme dari prinsip pasar telah menjadi sharing-partner Negara untuk mengelola barang publik. Pemangkasan birokrasi melalui mekanisme pasar dianggap sebagai cara terbaik memaksimalisasi pendayagunaan seluruh sumber daya kebutuhan publik. Idealnya, kolaborasi antara state dan market dapat mempermudah sekaligus meningkatkan kualitas barang publik yang akan dinikmati oleh masyarakat. Negara melalui birokrasi, dengan penerapan distribution power, dapat menjangkau sebagian besar urusan publik. Sementara pasar melalui prinsip efisiensi dan efektivitas serta keterampilan SDM yang dimiliki, dapat menangani urusan publik secara optimal. Namun, konsepsi kolaborasi tersebut menjadi berbeda di ranah praksis.
            Di ranah praksis, kolaborasi Negara dan pasar justru mengancam cita-cita good governance. Kolaborasi keduanya berbalik arah dengan menciptakan ruang-ruang kompromi-politik melalui instrumen kekuasaan yang berada dibawah kendali negara. Ilmuwan administrasi public menyebutnya dengan istilah “perselingkuhan antara Negara dan pasar”. Tentu, kompromi keduanya akan membentuk oligarki di tataran elite, sehingga warga Negara menjadi mangsa tanpa dapat melakukan perlawanan apapun. Atas dasar itu, unsure etika publik di dalam pengendalian kekuasaan mulai disandingkan sebagai pembahasan yang tidak kalah penting dalam ilmu administrasi publik. Sebagai contoh kasus penambangan pasir di daerah Paseban, Kencong, Kabupaten Jember. 3 unsur good governance memainkan perannya masing-masing. Kecenderungan terjadinya kompromi elite (Negara dan Pasar) mutlak tidak dapat dihindari. Seperti keterangan yang disampaikan oleh H. Miftahul Ulum S.Ag, M.Si[7] bahwa pihak parlemen pemerintah (Baca:State) diajak untuk melakukan kompromi oleh pihak pengusaha (Baca:Pasar) melalui negoisasi bagi laba[8].
[1] Mahasiswa Administrasi Negara, FISIP, Univ.Jember. Kader HMI Cab.Jember Komisariat FISIPOL.

[2] Thoha, Miftah, Birokrasi Politik di Indonesia, (2011), PT RAJAGRAFINDO PERSADA, Jakarta.

[3] Asford, Nigel, Prinsip-Prinsip Masyarakat Merdeka, (2011), FREEDOM INSTITUTE, Jakarta.

[4] Thoha, Miftah, Birokrasi Politik di Indonesia, (2011), PT RAJAGRAFINDO PERSADA, Jakarta. P.195

[5] Utomo, Warsito, Administrasi Publik Baru Indonesia (Perubahan Paradigma Administrasi Negara ke Administrasi Publik), (2006), PUSTAKA BELAJAR, Yogyakarta.

[6] Disampikan dalam Kuliah Umum Sri Mulyani dengan tema “Kebijakan Publik dan Etika Publik” P2D (Perhimpunan Pendidikan Demokrasi) pada tahun 2010.

[7] Wakil Ketua DPRD Kab. Jember periode 2010-2014

[8] Disampaikan dalam “Politics Camp” dengan tema Mengkaji Perkembangan Ilmu Politik: Demokrasi Di Era Globalisasi yang diselenggarakan oleh Societies (Lembaga Riset Ilmu Hubungan Internasional) 5 November 2013 di Ball Room Ebizz Hotel.

Masyarakat Sipil : Tantangan dan Jalan Keluar Dilema Sosial

Masyarakat Sipil

Oleh:
Sukma Hari Purwoko[1]
 “Masyarakat Sipil sebagaimana hanya dikembangkan oleh borjuis; organisasi sosial secara langsung mengembangkan produksi dan perdagangan, yang dalam setiap zaman membentuk dasar negara dan sisa suprastruktur…” (Marx & Engels) 
            Civil Society atau masyarakat sipil adalah sebuah konsep. Keharusan terhadap manusia untuk dapat memainkan secara cantik dua peran alamiahnya, yaitu peran sebagai mahluk individu dan mahluk sosial, ditandai sebagai embrio munculnya konsep civil society. Karena adanya keharusan tersebut, civil society tampil sebagai gugus yang terletak di antara individu dan Negara.
Seorang pemikir Prancis, Benjamin Constant (1833), menjabarkan makna masyarakat sipil sebagai gagasan yang mempunyai arti dalam dunia modern. Oleh karena itu masyarakat sipil disebut sebagai produk peradaban. Perjalanan peradaban manusia dari zaman pra-modern sampai saat ini merupakan dampak dari adanya proses modernisasi. Modernisasi adalah proses yang tidak bisa dihindari di Negara manapun di dunia ini, proyek besar dunia yang tidak akan pernah selesai. Dalam prosesnya ‘civil society’ memiliki peran yang sangat penting. Adanya dari relasi kausal antara masyarakat sipil dan modernisasi (Baca:Peradaban) ini, menjadikan masyarakat sipil menjelma menjadi sebuah konsep yang dipertaruhtandingkan melawan suatu kekuatan besar, yaitu; Negara.
Definisi lain mengatakan bahwa masyarakat sipil merupakan organisasi sukarela yang terletak antara individu dan Negara[2]. Asumsi dasarnya adalah karena setiap manusia memiliki hak-hak yang sama dalam kondisi alamiah, maka masyarakat sipil merupakan satu-satunya tempat bagi manusia untuk dapat mengeksplorasi dirinya, menggali potensi-potensi yang dimiliki, dan untuk mencapai tujuan-tujuannya. Singkat kata, civil society mendorong manusia untuk maju.
Masyarakat sipil oleh Alexis de Toucqueville (1840) digambarkan sebagai seni asosiasi yang mempertemukan antar individu yang tidak saling mengenal untuk melakukan kerjasama dan mencapai tujuan. Dalam istilah lain, Edmund Burke, aristokrat Irlandia, membahasakan masyarakat sipil sebagai peleton-peleton kecil yang membentuk ikatan kuat, yang tidak dapat dipisahkan oleh kekuatan apapun, sekalipun Negara.
Masyarakat Sipil dan Kebebasan
            Masyarakat sipil dan kebebasan berjalan beriringan. Akan ada masyarakat sipil jika ada kebebasan, dan juga, tidak akan pernah ada kebebasan jika masyarakat sipil tidak terbentuk. Sebab, adanya pengakuan terhadap freedom maka stimulus manusia untuk membentuk sebuah agregasi sosial akan tumbuh dan tergerak.
            Kebebasan adalah nilai yang paling berharga karena kebebasan adalah basis semua nilai lain. Kebebasan member makna kepada nilai-nilai lain dan memungkinkan kita menalani hidupnmenurut apa yang akan dan telah kita pilih kendati juga menuntut pembatasan untuk tidak campur tangan dalam kehidupan orang lain. Contoh; kebebasan berasosiasi. Manusia diberi kebebasan untuk berasosiasi atau bekerjasama dengan siapapun yang dikehendakinya untuk mencapai tujuan apapun, kecuali bersekongkol melawan kebebasan orang lain[3]. Filsuf Inggris John Locke (1690) mempunyai pengaruh besar atas pemikiran modern dalam perihal ini. dia menyatakan sebagai hukum fundamental alam yang menggambarkan keterkaitan antara civil society, freedom, and inalienable rights bahwa “tidak ada seorang pun yang boleh mencelakai orang lain dalam hal kehidupan, kesehatan, kebebasan atau hak miliknya”. Hak-hak atas kehidupan, kebebasan, dan kepemilikan ini menyiratkan kewajiban untuk tidak mencelakai kehidupan, kebebasan, dan kepemilikan orang lain. Hak-hak dan kewaiban-kewaiban ini adalah murni berasal dari dalam diri manusia, bukan diberi oleh penguasa-penguasa. Oleh karena itu pemerintah atau Negara dibentuk guna melindungi hak-hak (Baca:hak-hak alamiah) ini.
            Berangkat dari fungsi pokok dibentuknya Negara maka adanya jaminan terhadap terbentuknya masyarakat sipil merupakan salah satu kunci untuk mewujudkan fungsi pokok Negara. Ketika Negara telah memberikan jaminan secara mutlak kepada terbentuknya masyarakat sipil, maka hal ini akan menjadi penanda bahwa kebebasan sebagai hasrat terkuat manusia telah berhasil dijunjung tinggi, sekaligus menjadi ciri kemajuan dari sebuah peradaban[4].
Masyarakat Sipil: Tantangan dan Jalan Keluar Dilema Sosial
            Beragamnya aspek kehidupan masyarakat, seperti; aspek ekonomi, sosial, politik, dan budaya, menghasilkan aneka sudut pandang atas perilaku manusia sebagai mahluk politik. Altruisme sosial yang hingga kini masih menjadi perdebatan di banyak pihak mengenai baik atau tidaknya muncul sebagai penghalang besar yang siap memberangus terbentuknya masyarakat sipil.
            Guna menjawab tantangan tersebut, tak heran gagasan dan originalitas pemikiran  para tokoh menjadi konsumsi perdebatan publik untuk mencari formulasi terbaik dari adanya kemelut besar ini. Ada John Stuart Mill, John Locke, Ludwig Von Mises, Von Hayek, sampai R.Nozick, etc yang berdiri di kanan, yang mendasarkan argumentasinya kepada ilham kebebasan bahwa manusia adalah mahluk yang perlu untuk mendapatkan ruang guna dapat menyalurkan hak-hak alamiahnya. Para tokoh pada gaya pemikiran ini mendorong agar masyarakat sipil terbentuk yang tampil sebagai respon terhadap kritik yang diberikan para altruistic. Sementara di sisi lain (Baca:Kiri) seperti tokoh sekelas Marx, Gramsci dan intelektual mazhab Frankfurt yang menginginkan adanya penjelmaan Negara sebagai actor tunggal yang mengatur secara terpusat seluruh aspek kehidupan masyarakat. Jadi masyarakat tidak diberi hak untuk bebas, menjadi otonom untuk dapat membentuk gugus masyarakat sipil.
Musuh Masyarakat Sipil
Satu-satunya kekuatan yang dapat memangsa eksistensi masyarakat sipil adalah Negara. Negara, yang dimaksud dalam hal ini, adalah Negara yang mengambil alih seluruh hak-hak alamiah masyarakat dan mengunci seluruh potensi yang dimiliki oleh warga Negara. Contohnya dalam aspek ekonomi, Negara leviathan[5] tidak menempatkan proses produksi sebagai sumber pemicu konflik dalam masyarakat karena tidak terjadinya pemerataan ekonomi-sosial, tetapi yang terpenting adalah proses distribusi yang mutlak harus tersebar secara merata kepada semua kelas sosial masyarakat tanpa terkecuali.[6]
Berangkat dari adanya kecemasan yang begitu besar tidak meratanya pembagian hasil-hasil proses produksi ini maka logika yang digunakan oleh Negara adalah tidak akan ada kekuatan besar lain yang bisa mengurusi dan menjaga hak-hak dasar alamiah masyarakat, selain Negara itu sendiri. Ini yang berbahaya, sebagaimana pernah dikutip dalam the times: ketika penguasa menampilkan diri tersamar sebagai organisasi, maka sang penguasa ini mengembangkan guna-guna yang cukup mempesona untuk mengonversi komunitas-komunitas orang-orang bebas menjadi Negara totalitarian.[7]
Simpulan:Masyarakat Sipil sebagai satu keniscayaan
            Civil Society, kapitalisme, dan modernisasi sudah selayaknya diyakini sebagai satu konsekuensi yang tidak dapat ditolak kehadirannya. Akan tetapi, upaya menerima kodrati alamiah manusia ini bukan untuk menyatakan bahwa semua yang tergagas (Baca:Masyarakat Sipil, Kapitalisme) adalah yang terbaik bagi dunia kita saat ini. Seperti satu simpulan penting Fukuyama dalam tesisnya the end of history (1989) bahwa kapitalisme perlu berupaya secara terus menerus untuk melakukan koreksi dan perbaikan diri untuk mewujudkan tata kehidupan manusia yang terbaik dari yang terburuk.


[1] Mahasiswa Administrasi Negara Fakultas ISIP, 2010, Universitas Jember

[2] Nigel Ashford.  Prinsip-Prinsip Masyarakat Merdeka. 2008

[3] ibid

[4] Salah satu cirri utama kemajuan peradaban manusia adalah teradinya dinamisasi, pergesekan yang kuat di dalam masyarakat, sehingga tidak stagnan dan selalu haus dengan hal-hal yang baru dan inovatif.

[5] Hobbes

[6] Disampaikan Supriyadi dalam penyampaian materi mata kuliah kuliah Sistem Pol. Indonesia, 2012

[7] Von Hayek. Ancaman kolektivisme, bab 13. Hal 225

Gelandangan

Written By Unknown on Kamis, 24 Oktober 2013 | 22.32

Gelandangan tidur di teras Mini Market
Kawan, akhri-akhir ini seringlah kita melihat maraknya gelandangan yang berada di jember. pada malam hari mereka akan berteduh dan tidur di teras-teras pertokoan ataupun minimarket.
salah seorang warga Ambulu mengatakan bahwa beberapa gelandangan tidur di teras minimarket terkadang mereka pun juga sedikit membuat gaduh dan risih beberapa warga dengan meminta uang dan makanan secara sedikit memaksa.
salah seorang penjual buah-buahan di pasar ambulu menambahkan sering kali mereka gelandangan mengambil buah-buahan dagangan mereka dan langsung pergi tanpa mengucapkan sepatah kata.

Peresmian Pokdakan Mina Hayati

Mina Hayati Go Public


kawan, tanggal 24 Oktober 2013 telah di resmikan Pokdakan Mina Hayati di dusun Kapuran Desa Grenden Kec Puger. Pokdakan yang di ketuai oleh Faidzin Robby Pradana ini merupakan gabungan dari kelompok-kelompok ikan yang ada di kecamatan puger.
Dalam peresmian Pokdakan tersebut Robby mengatakan ini adalah gabungan kelompok yang akan memberikan sumbangsih ekonomi masyarakat. hal ini di sebabkan kelompok dapat menjembatani masyarakat dengan pemerintah. kelompok yang beranggotakan lebih dari 100 orang ini menjadikan sektor perikanan terutama ikan lele sebagai produk utama. hasil panen tiap hari dari kelompok ini bisa mencapai 5 ton.  kelompok ini tidak menutup diri untuk laki-laki ataupun kalangan dewasa saja. akan tetapi kelompok ini juga mewadahi kelompok-kelompok perempuan serta remaja. dengan hasil panen yang melimpah ini kelompok ini menjadikan ikan lele sebagai bahan baku makanan olahan, salah satunya makanan ringan seperti kripik lele, rengginang lele serta abon lele.
berdirinya kelompok ini di semangati rasa kekeluargaan sehingga menjadikan kelompok lebih memiliki kreatifitas dalam berkarya, salah satu anggota kelompok ini mengatakan dapat membuat pakan ikan secara mandiri. pakan ikan di toko sangatlah mahal maka kita memerlukan pakan alternatif yang tidak kalah kualitasnya. pakan ikan tersebut terbuat dari ikan lenguru hasil dari pelaut puger.
Peresmian Pokdakan ini juga di hadiri oleh Pembimbing Lapangan dinas perikanan kabupaten Jember. di harapkan dengan beridirinya Pokdakan ikan ini dapat menjadikan alternatif pekerjaan serta meningkatkan kualitas kesejahteraan masyarakat puger pada khususnya dan masyarakat jember pada umunya.

Alam Ranu Bedali


Menikmati Keindahan Ranu Bedali yang Masih Perawan
 Kawan, kota lumajang yang terkenal dengan sebutan kota pisang ini ternyata memiliki banyak potensi keindahan alam yang luar biasa. Kabupaten yang terletak di antara kabupaten jember, malang probolinggo dan pasuruan. Gunung merapi bukan satu-satunya keindahan alam yang ada di lumajang yang memiliki ranu gumbolo. Tidak hanya ranu gombolo akan tetapi juga ada ranu klakah dan ranu pakis yang di jadikan tempat wisata alam.

Jangan salah kawan ada ranu lagi yang memiliki keindahan alam, yaitu ranu bedali. Ranu ini terletak sekitar 15 km dari arah kota lumajang atau sekitar 2 km dari ranu klakah dan ranu pakis. Ranu yang masih jarang di kunjungi oleh wisatawan baik domestik ataupun mancanegara. Keindahan ranu bedali ini sangatlah alamiah dengan di kelilingi oleh bukit serta keadaan alam yang masih terawat tanpa adanya campur tangan manusia.
Kawan ranu bedali ini memiliki medan tempuh yang berat hal ini sangatlah memberatkan bagi yang tidak terbiasa. Hal tersebut yang mungkin kurang diminati oleh wisatawan. Bayangkan jarak antara bukit dengan dataran ranu dapat di tempuh dengan waktu sekitar 30menit. Memerlukan perjuangan esktra untuk menikmatai keindahan ranu bedali. Akan tetapi ketika kita telah sampai di daratan ranu maka akan terbayar semua perjuangan berat untuk sampai kesana dan rasanya enggan untuk memalingkan mata demi menikmati keindahan alam tersebut.

IMM Komisariat Psikologi dan RASTA mengadakan DAD

Written By Unknown on Rabu, 16 Oktober 2013 | 07.20


IMM Mengadakan DAD Pertama tahun ini 


Kawan. pada tanggal 11 sampai 13 Oktober 1013 kawan-kawan dari IMM komisariat psikologi unmuh dan RASTA STAIN mengadakan DAD (Darul Arqom Dasar). Kegiatan DAD yang di laksanakan di desa Ampel Kecamatan Wuluhan. kegiatan yang bertempat di MIM 5 ini telah melahirkan generasi penerus perjuangan IMM Jember. DAD yang di ikuti oleh 28 peserta yang terdiri dari perwakilan komisariat psikologi, TBZ serta Rasta. 
Kegiatan DAD ini di harapkan akan mencetak kader IMM yang memiliki nilai-nilai perjuangan baik untuk membesarkan nama IMM, Muhammadiyah ataupun Bangsa Indonesia kata Immawan Aji Bagus Lutfiansyah selaku ketua Komisariat IMM psikologi ketika ditemui waktu acara. Aji menambahkan dalam kegiatan pengkaderan ini juga di imbuhi dengan kegiatan Ansos pada masyarakat setempat yang kebanyakan bekerja sebagai petani. sedangkan ketua cabang IMM saat ini menambahkan dalam kegiatan ini juga di lakukan kegiatan sholat malam dan melakukan pembelajaran kultum yang dilakukan oleh peserta DAD.


hasil ansos ini di harapkan dapat di gunakan sebagai bahan kajian diskusi di internal IMM atapun dengan elemen gerakan mahasiswa lainya seperti HMI, LMND, GMNI, PMII, KAMMI, PMKRI. dalam kegiatan tersebut juga di hadirkan pemateri kegiatan dari kalangan senior IMM dan Ayanda Pimpinan Cabang Muhammadiyah Wuluhan. 

HMI Mendekatkan pada Masyarakat

KOMISARIAT HMI FISIP berbagi dengan masyarakat Desa

Kawan, 15 oktober 2013 bertepatan dengan idul adha. Kawan-kawan dari HMI komisariat FISIP Unej melaksanakan bakti social di dusun Ungkalan Desa Sabrang Kecamatan Ambulu. Kegiatan yang bertujuan untuk memperkuat keberadaan mahasiswa di tengah kehidupan masyarakat desa. Inilah bentuk tanggung jawab aktivis mahasiswa untuk semakin berbakti dan melakukan action di lapangan jadi tidak hanya berdialektika di kajian diskusi tapi lebih ke arah aplikatif menurut koko ketua komisariat HMI FISIP. 

Diharapkan kegiatan ini dapat menggugah rasa empati mahasiswa untuk lebih merasakan apa yang tengah terjadi di masyarakat. Kegiatan ini juga menepis anggapan bahwa kehidupan mahasiswa hanya di gunakan untuk dunia hedonis tapi juga kehidupan social. Kegatan Baksos ini di akhri dengan memberikan bantuan pakaian bekas layak pakai serta membagikan daging kurban secara langsung kepada masyarakat.
kegiatan ini sangat di apresiasi oleh berbagai pihak, baik masyarakat setempat ataupun beberapa senior aktivis HMI. Ruly seorang aktivis senior HMI mengatakan tidak hanya kegiatan kurban ini sebagai akhir kegiatan untuk mengabdi kepada masyarakat akan tetapi ini harus dilakukan sebagai langkah awal gerakan untuk berbakti kepada masyarakat. alangkah baiknya juga di lakukan follow up dengan menjadikan dusun Ungkalan Desa Sabrang sebagai desa binaan sehingga gerakan mahasiswa lebih terstruktur dan aplikatif.  

Cerita dari Masyarakat

All Cerita »

News

All News »

iklan

iklan

pemberitahuan

pemberitahuan
 
Support : Ensiklopediakku | CeritaJember
Copyright © 2013. Cerita Jember - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by CeritaJember
Proudly powered by Ensiklopediakku